Edi Yusuf/Republika
Oleh ANDRIAN SAPUTRA
Majelis taklim yang diinisiasi oleh kaum ibu telah tumbuh di berbagai kota besar di Tanah Air sejak pascakemerdekaan RI. Geliat majelis taklim kaum ibu bahkan sudah marak sejak 1960-an. Yayasan pendidikan Islam dan organisasi perempuan Islam, seperti PP Aisyiyah dan Muslimat NU telah lama membidani kehadiran majelis taklim.
Peneliti perkembangan dakwah dan majelis taklim KH Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan, eksistensi mereka tidak sebatas sebagai wadah Muslimah dalam menimba ilmu agama. Ketua RMI DKI Jakarta itu menegaskan, mereka justru membuat berbagai gerakan sosial yang bertujuan untuk menyejahterakan umat. Salah satunya, pencegahan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat kekurangan gizi yang kerap disebut stunting.
"Dalam majelis-majelis taklim ibu-ibu khususnya itu mereka menyiapkan kudapan makanan-makanan sehat. Hingga kaum ibu ada yang membawa balitanya, bayinya, mereka menikmati makanan yang disiapkan. Dan makanan yang disediakan itu mengandung gizi," kata Kiai Kiki kepada Republika, belum lama ini.
Tak cukup di situ, Kiai Kiki mencontohkan, banyak majelis taklim di Jakarta yang mengadakan beragam pelatihan untuk meningkatkan kapasitas kaum ibu agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga, seperti pelatihan usaha mikro. Kiai Kiki mencontohkan, Muslimat NU DKI Jakarta kerap melakukan penyuluhan tentang kesejahteraan keluarga.
Pada sisi lain, tak sedikit majelis-majelis taklim yang mampu memberikan bantuan pendanaan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup keluarga para Muslimah. Ormas-ormas perempuan Islam yang juga eksis karena majelis taklim bahkan mendirikan panti asuhan anak yatim seperti yang dilakukan oleh PP Aisyiyah.
Edi Yusuf/Republika
"Kalau kita kembali melihat sejarah, seperti BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim) dulu itu sampai menyumbangkan sekian kilo emas sebagai kontribusi dalam menghadapi krisis moneter waktu itu. Itu simbol bagaimana majelis taklim peduli pada persoalan bangsa. Majelis taklim pengaruhnya tidak hanya pada mental spiritual, tapi juga efeknya pada perekonomian keluarga," kata dia.
Pengajian atau majelis taklim juga dinilai menjadi tempat strategis untuk menyampaikan pencegahan stunting. Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan, pihaknya berkolaborasi dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk melakukan pelatihan pada para penyuluh dan penghulu Kemenag tentang stunting. Mereka diharapkan dapat memberikan edukasi tentang pencegahan stunting melalui majelis taklim.
Dalam webinar penguatan kebijakan pemeriksaan kesehatan calon pengantin dalam implementasi pencegahan stunting yang berlangsung pada Rabu (22/2/2023), Kamaruddin memaparkan sejumlah strategi dalam rangka mendukung percepatan penurunan stunting. Salah satunya, yakni dengan pelatihan pada penyuluh dan penghulu Kemenag tentang stunting. Para penyuluh itu diharapkan dapat memberikan edukasi tentang pencegahan stunting melalui majelis-majelis taklim.
"Karena penyuluh ini jumlahnya cukup besar, sangat masif di Indonesia sekitar 50 ribu yang membina dan membimbing hampir 100 ribu majelis taklim kita di Indonesia di bawah bimbingan penyuluh agama. Kalau ini semua diberikan pencerahan, tentu saya kira ini akan besar sekali dampaknya (pada penurunan stunting)," kata Kamaruddin.
Ia juga mengatakan, Kemenag tengah berupaya menyusun modul percepatan penurunan stunting perspektif agama Islam yang akan menjadi pedoman bagi para dai dalam memberikan pencerahan pada masyarakat tentang stunting. Ia mengatakan, setidaknya ada sepuluh ribu dai yang sudah mendapatkan pelatihan yang akan turut serta mengedukasi masyarakat tentang penanganan stunting.
Selain melalui majelis taklim, edukasi tentang penanganan stunting juga diupayakan melalui mimbar-mimbar khutbah Jumat. Kamaruddin mengatakan, Kemenag tengah menyiapkan naskah-naskah khutbah Jumat secara tematik terkait stunting. Dia menjelaskan, khutbah jumlah menjadi sarana yang strategis dan efektif dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang stunting. "Kita akan siapkan materinya (tentang penanganan stunting) untuk menjadi panduan penceramah. Di sini peran penyuluh agama, penceramah, teman-teman di KUA sangat penting. Kita harus bersinergi dan berkolaborasi," katanya
Masalah Stunting
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, pemerintah tengah menargetkan percepatan penurunan stunting pada 2024 mencapai 14 persen. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, Kementerian Kesehatan mencatat prevalensi balita stunting tahun 2022 sebesar 21,6 persen atau mengalami penurunan 2,8 persen dibanding pada 2021 di angka 24,4 persen. Tahun ini, enam provinsi mengalami kasus kenaikan stunting, di antaranya Sulawesi Barat, Papua, NTB, Papua Barat, Sumatera Barat dan Kalimantan. Sedangkan terdapat tiga provinsi mengalami penurunan terbesar, yakni Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara.
Hasto mengatakan, stunting berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia, produktivitas dan daya saing. Stunting berdampak pada terganggunya perkembangan otak, berkurangnya kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, gangguan metabolisme dalam tubuh. Pada jangka panjang, stunting berdampak terhadap menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah terpapar penyakit, meningkatnya risiko memiliki penyakit diabetes, penyakit jantung, pembuluh darah, kanker, strok, dan disabilitas pada usia tua. Kesimpulannya menurut Hasto orang stunting menjadi kurang produktif.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan, faktor penyebab terjadinya stunting di antaranya adalah karena anak kurang asupan nutrisi (sub optimal nutrition). Ini dapat terjadi karena anak tidak mendapatkan makanan yang mengandung sumber protein hewani. Selain itu anak sering sakit-sakitan (sub optimal health). Ini bisa terjadi karena anak tidak mengikuti imunisasi, lingkungan tempat tinggal yang kumuh dan kotor, air yang tidak bersih dan lainnya. Penyebab stunting lainnya menurut Hasto adalah karena kurang baiknya asuhan pada anak.
Akibat dari stunting menurut Hasto juga berdampak pada rendahnya kualitas IQ dan rendahnya human capital index. Berdasarkan data World Population Review, Indonesia masih berada di posisi ke 130 dari deretan negara dengan tingkat kecerdasan IQ tertinggi 2022. Sementara itu, data World Bank menunjukan Index Modal Manusia Indonesia masih berada di peringkat 6 ASEAN.
Sementara, Hasto mengatakan ada sebanyak 4,4 juta bayi lahir di Indonesia dalam tahunnya. Dari jumlah tersebut, bayi yang lahir di tahun pertama dari pasangan suami-istri pengantin baru sebanyak 1,6 juta. Artinya, dengan persentase stunting 21,6 persen pada 2022, ada sekitar 320 ribu bayi yang mengalami stunting dari pasangan pengantin baru. Sebab itu, pemerintah pun terus mendorong pemeriksaan kesehatan terhadap calon pengantin (catin) yang akan menikah. "Kalau kita bisa kompak semua yang mau menikah harus diperiksa dan kemudian dicegah tidak anemia, kemudian kita bisa menyelamatkan 320 ribu stunting per tahun dari manten-manten (pengantin) baru," kata Hasto.
Stunting dan pengajian
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengaitkan antara stunting dan kaum ibu yang kerap menghadiri pengajian. Dia menyampaikan pidatonya saat menjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: "Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana", di Jakarta Selatan pada Kamis (16/2/2023).
Acara tersebut dihadiri Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, beberapa menteri, dan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi. Salah satu pidato Megawati yang kontroversial, yakni ketika membahas masalah anak stunting.
Megawati menyinggung kegiatan pengajian kaum ibu yang menyita waktu sehingga lupa mengurus anak. Mega menjelaskan, saat mengikut pengajian, bagaimana anak akan diperhatikan? "Maaf, ya, sekarang kan budayanya, maaf beribu maaf, kenapa toh seneng banget ngikut pengajian? Iya loh, maaf beribu maaf, iki pengajian sampai kapan to, yo. Anake arep dikapake (anaknya mau dikemanakan?)" ujar ketum PDIP itu.
Ketua Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Pusat Syifa Fauzia menyayangkan statement dari Presiden ke-5 RI di sela Tasyakur Milad Ke- 42 BKMT di Tennis Indoor Senayan, Jakarta. Syifa menyebutkan, belum ada riset yang menjelaskan penyebab anak stunting karena ibu-ibu pergi ke pengajian. Menurut Syifa, hal yang perlu diperhatikan dalam anak stunting tentu kesehatan serta gizi bagi anak. "Menurut saya relevansinya enggak ada antara stunting dan pengajian," kata Syifa.
Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal, menjelaskan, isu mengenai stunting harus dilihat secara jernih dan holistik. Kamal menuturkan, masalah stunting yang utama merupakan masalah gizi. Artinya, kemampuan orang tua secara ekonomi dan perhatian untuk menerapkan pola pemberian gizi seimbang dan tepat.
Kamal pun meminta semua pihak untuk memperhatikan data kemiskinan di Indonesia. Untuk menjaga pemberian asupan gizi untuk anak lebih memadai, peningkatan kesejahteraan keluarga, khususnya untuk sektor ekonomi harus diupayakan. "Di sini kebijakan dan keberpihakan negara sangat dibutuhkan masyarakat kebanyakan," ujarnya.
Sementara, bagi keluarga yang sudah memiliki kondisi ekonomi baik tetapi anaknya masih stunting, dia menjelaskan, penyebabnya amat kompleks. Sebagai contoh, dari perhatian orang tua terhadap anak, faktor pendidikan dan literasi orang tua, hingga faktor anaknya sendiri yang memang tidak mau dan tidak suka makanan-makanan tertentu, yang justru dibutuhkan. "Dengan segala hormat bahwa apa yang disampaikan Ibu Megawati terdapat missing point antara maksud yang diharapkan, dengan contoh yang diberikan," ujar Kamal.
top
Ibu Pengajian
Lawan Stunting